RESENSI NOVEL
DIBAWAH
LINDUNGAN KA’BAH
OLEH :
ANDI
IRNA NURUL FUADY IMRAN
XI IPA MA PERGIS GANRA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan petunjuk-Nya sehingga
Alhamdulillah Resensi ini dapat kami selesaikan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Resensi ini sebagai syarat dan bahan untuk
penilaian dalam bidang Study BHS.INDONESIA dalam penulisan resensi ini penulis menyadari
bahwa terselesainya resensi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak,
olehnya itu Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu khususnya kepada ibu guru bidang study BHS.INDONESIA “ Ibu Sunarti, B.A” yang telah membimbing kami, begitupun kepada
rekan-rekan kelas XI IPA tak lupa penulis haturkan terima kasih atas kerja
samanya.
Selain itu, penulis juga
menyadari bahwa dalam resensi ini masih terdapat begitu banyak kekurangan,
olehnya itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga amal ibadah kita bernilai ibadah
disisi Allah SWT Amin.
Ganra, 23 November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 2
DAFTAR
ISI ....................................................................................................................... 3
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Isi Novel ................................................................................................................ 4
B.
Tujuan Pembuatan Resensi.................................................................................... 4
C.
Manfaat Novel....................................................................................................... 4
D.
Audiens
(Sasaran) ................................................................................................. 5
E.
Sistematika............................................................................................................. 5
F.
Bahasa dan
Ejaan................................................................................................... 5
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Identitas
Novel ...................................................................................................... 6
B.
Sinopsis Novel ....................................................................................................... 6-10
C.
Kelebihan dan
Kekurangan Novel ......................................................................... 10
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................................................ 11
B.
Saran ...................................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Isi
Novel
Novel ini menceritakan tentang kisah cinta
antara Hamid dan Zaenab yang tidak dapat bersatu karena banyaknya jurang
pemisah antara keduanya dan pada akhirnya hanya bisa memendamnya sampai ajal
menjemput keduanya.
B.
Tujuan Pembuatan Resensi
Resensi ini sebagai
bahan penilaian dalam tugas akhir semester ganjil Bahasa Indonesia
Untuk memelatih
diri dalam pembuatan resensi
Memberikan
pertimbangan kepada masyarakat apakah layak membaca buku ini atau tidak.
C.
Manfaat Novel
Novel ini bermanfaat bagi masyarakat khususnya bagi para remaja
karena menceritakan tentang problema
yang biasa dihadapi oleh kalangan remaja, dapat memberikan motifasi hidup dan
juga novel ini mengandung unsur realigi.
D.
Audiens (Sasaran)
Novel ini ditujukan oleh masyarakat luas dan khususnya bagi kaum
remaja baik itu pelajar atau mahasiswa.
E.
Sistematika
Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah ini tersusun mulai dari pembukaan,
isi dan penutup.
F.
Bahasa dan Ejaan
Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah ini menggunakan bahasa yang tidak
baku, bahasa yang digunakan masih susah dipahami karena mnggunakan bahasa
Padang dan Melayu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Identitas Novel
Judul buku : Dibawah Lindungan Ka’bah
Penulis : Hamka
Penerbit : PT. Bulan Bintang
Cetakan : 25-Jakarta: Bulan Bintang, 2001
Jumlah Halaman : 80 halaman
Kertas Isi : HVS 70 gram
Kertas Kulit : AC 180/210 gram
ISBN
979-418-063-7
B.
Sinopsis Novel
Saat berusia empat tahun ayah Hamid telah wafat, ia meninggalkan Hamid
dan ibunya dalam keadaan sangat melarat. Rumah yang mereka tinggali hanya
sebuah rumah kecil yang sudah tua yang lebih pantas disebut gubuk. Ibunya telah
putus harapan memandang hidup dan pergaulan dunia ini karena dililit
kemiskinan, ia hanya menggantungkan harapan kepada anak semata wayangnya Hamid.
Pada waktu malam, ketika ingin tidur ibu Hamid seringkali bercerita
kepada Hamid tentang ayahnya yang memiliki budu luhur dan memiliki cita-cita
besar untuk Hamid, ia bercita-cita untuk menyekolahkan Hamid sehingga ia
menjadi orang yang terpelajar. Pada waktu itu perniagaan ayah Hamid sedang
berkembang dengan pesat maka orang-orangpun datang berduyun-duyun mengatakan bahwa mereka bersaudara, berkarib,
dan berfamili sehingga rumah kiri kanan senantiasa mendapatkan kunjungan,
tetapi setelah perniagaan ayah Hamid jatuh dan menjadi melarat orang-orang
menjadi menjauh sedikit demi sedikit dan enggan membantu. Lantaran malu
keluarga Hamidpun pindah ke kota Padang tinggal dirumah kecil yang ia tempati
sekarang.
Karena diumur yang semuda itu ia telah ditimpa sengsara yang tidak
berkeputusan, ia tidak bisa merasakan masa kanak-kanak seperti anak seusianya
yang senang senangnya bermain. Ia hanya duduk didekat ibunya sambil membantu
ibunya bekerja.
Setelah Hamid sudah agak besar ia menjajakan kue dari rumah
kerumah,laba dari penjualan kue hanya cukup untuk makan sehari-hari. Umur Hamid
telah masuk enam tahun setahun lagi sudah mesti menduduki bangku sekolah,
ibunya tidak putus harapan ia berjanji
akan menyekolahkan Hamid dan membayarkan cita-cita almarhum suaminya.
Didekat rumah Hamid ada sebuah Rumah besar yang telah lama
ditinggalkan pemiliknya yaitu seorang Belanda yang telah kembali ke Eropa dan
rumah itu diperbaiki dan ditempati oleh seorang yang kaya raya bernama Engku
Haji Ja’far bersama istrinya Mak Asiah dan anak perempuannya Zaenab yang hampir
sebaya dengan Hamid. Hamid ketika ingin berjualan sering melewati rumah besar
itu dan menawarkan jualannya akhirnya istri pemilik rumah itu yang mukanya
jernih,peramah dan penyayang dan anak pemilik rumah itu yang taat pada ibunya
membeli gorengannya karena merasa kasihan kepada nasib Hamid wanita itu sering
mengajak Hamid untuk singgah dirumahnya dan berbincang-bincang, yang pada
akhirnya menawarkan pada Hamid untuk memangggil ibunya untuk bekerja dirumah
Engku Haji Ja’far pada awalnya ibu Hamid tidak setuju dengan ajakan itu tetapi
setelah dijelaskan oleh Hamid ia pun mengerti dan akhirnya bersahabatan antara
ibu Hamid dan Mak Asiah terjalin dengan begitu erat karena seringnya mereka
bercerita tentang kisah hidupnya.
Keesokan harinya Hamid membawa berita gembira kepada ibunya bahwa
ia akan disekolahkan bersama Zaenab oleh Engku Haji Ja’far , Hamid telah
menganggap Zaenab sebagai adiknya sendiri ia senantiasa menjaga dan melindungi
Zaenab dengan sepenuh hati,persaudaraan antara keduanya terjalin dengan suci
dan ikhlas adanya sampai mereka tamat dari sekolah pertengahan.
Begitu besar jasa Engku Haji Ja’far yang telah menyekolahkan Hamid
dari sekolah rendah (HIS) sampai dengan (MULO), tetapi setelah tamat dari MULO
Zaenab sudah tidak melanjutkan lagi pendidikannya karena dalam adat orang
hartawan dan bangsawan Padang anak perempuan yang telah mneyelesaikan
pendidikannya masuk dalam masa pingitan yang tidak boleh keluar rumah kecuali
hal penting yang didampingi oleh ibu atau kepercayaannya hingga ia bersuami
kelak. Dan Hamid sendiri akan berangkat ke Padang Panjang sebab Engku Haji
Ja’far masih sanggup membiayai kehidupannya. Semenjak pindah di Padang Panjang
hati Hamid selalu merasa kesepian ia merasa bahwa ada yang telah hilang dari
hidupnya begitu dengan jiwanya seperti kehilangan sesuatu perasaanya pun
merasakan perasaan-perasaan ganjil yang sangat mengganggu kerja otaknya.
Hamid seringkali menghitung bulan demi bulan, dan bila tiba saatnya
bulan puasa ia sangat senang karena bisa kembali kekampung halamanya bertemu
dengan ibunya, kemudian ia juga dapat bertemu dengan Zaenab. Tiba saatnya untuk
kembali kekampung halaman hati Hamid sangat senang tetapi ada yang berbeda
ketika ia berhadapan dengan Zaenab, ia kaku untuk berbicara dan bingung apa
yang harus ia katakana padahal selama ia diperjalanan ia telah meracang apa
yang akan ia bincangkan dengan Zaenab.
Cinta itu adalah jiwa. Hamid merasa bahwa didalam diri Zaenab
adapula separuh dirinya, dahulu ia tidak peduli akan hal itu tetapi setelah
dewasa dan berpisah jauh dari Zaenab barulah ia sadar bahwa jika tidak berada
disamping Zaenab ia merasa kehilangan sesuatu. Hamid berpikir bahwa mustahil ia
dan Zaenab akan bersatu, jurang pemisah diantara mereka sungguh dalam mustahil
apabila Zaenab yang berasal dari keluarga terpandang bersanding bersama Hamid
yang hanya orang biasa. Selepas bulan Ramadhan Hamidpun kembali ke Padang
Panjang.
Setelah beberapa bulan kemudian tak disangka musibah besar menimpa.
Engku Haji Ja’far ia meninggal dunia dan
berubahlah kehidupan hubungan hamid dengan keluarga Zaenab kini pintu rumah
yang selalu terbuka lebar sekarang mau tak mau telah tertutup. Belum sembuh
luka yang dirasakan hamid karena kehilangan Engku haji Ja’far yang sangat
berjasa dalam kehidupannya kini ia harus merelakan kepergiaan ibu kandungnya
sendiri kini Hamid tinggal sebatang kara dalam dunia ini.
Telah berlalu kejadian yang berturut-turut membuat batin Hamid
tersiksa dan memberi bekas dalam jiwanya. Sejak kematian Engku Haji Ja’far,
Hamid sudah tidak pernah lagi berkunjung ke rumah Zaenab ia karam dalam
perenungan hidupnya yang sebatang kara. Tetapi tiba-tiba datanglah Mak Asiah
yang mengajak Hamid untuk datang berkunjung ke Rumahnya setelah tiba di Rumah
Mak Asiah ia pun berbincang-bincang bagaikan disambar petir mendengarkan
perkataan Mak Asiah yang ingin mempertalikan Zaenab dengan kemenakan Almarhum
Haji Ja’far agar ada yang mengurusi
rumah dan harta peninggalan almarhum dan Hamid diminta untuk melunakkan hati
Zaenab agar ingin menerima pertalian itu. Akhirnya Hamidpun berusaha untuk
membujuk Zaenab untuk mau menerima pertalian itu. Sebenarnya berat rasanya
Hamid ingin mengatakan hal itu pada Zaenab, membujuk Zaenab agar mau menikah
dengan orang lain padahal dalam hatinya ia memiliki cinta yang tulus dan kuat
pada Zaenab, tetapi ia telah diberi amanah oleh Mak Asiah untuk membujuk
Zaenab, Hamid pun membujuk Zaenab,setelah mendengar perkataan Hamid pada
dirinya, Zaenab hanya bisa meneteskan air mata dan mengatakan bahwa ia tidak
mau menikah. Karam rasanya bumi ini dipijakkan Hamid mendengarkan perkataan
Zaenab yang menolak untuk dinikahkan sambil meneteskan air mata. Diotaknya
berputar-putar memikirkan apakah Zaenab juga memiliki rasa yang sama.
Terbukalah harapan untuknya sedikit.
Setelah kejadian itu Hamid memutuskan untuk meninggalkan kota
Padang dan tak ada seorangpun yang mengetahui kepergiannya, setelah itu
hamidpun melanjutkan perjalanan ke Medan setelah sampai di Medan Hamid menulis
surat untuk Zaenab ia memberanikan dirinya dan itulah surat pertama Hamid untuk
Zaenab yang berisi curahan hati dan
perasaannya setelah mengirim surat itu Hamid pun tidak berlama-lama di Medan ia
segera berangkat menuju Siangapura mengembara Ke Bangkok berlayar terus
memasuki tanah Hindustan dan dari Karachi berlayar menuju Basrah masuk ke Irak,
melalui Sahara Nejd dan akhirnya sampailah ke Tanah Suci Mekah, setiap malam
Hamid beriktikaf di dalam Masjidil Haram .
Setelah setahun berada di Mekah, tibalah musim Haji
selanjutnya dan tidak disangka Saleh,
teman Hamid semasa bersekolah di Padang
Panjang juga berada di Mekah dan menumpang di tempat Syekh yang ditempati oleh
Hamid akhirnya bertemulah dua sahabat lama itu. Kedatangan Saleh membawa
perubahan besar dalam kehidupan Hamid, Saleh bercerita kepada hamid bahwa ia
telah menikah dan istrinya bernama Rosna yaitu teman dekat Zaenab, bagaikan
disambar petir mendengar nama Zaenab yang sudah lama tidak didengarnya oleh
orang lain kecuali dirinya sendiri yang menyebutkannya, wajahnyapun pucat.
Menurut penuturan Saleh, Zaenab sering kali meminta Rosna untuk
datang ke Rumahnya untuk menemaninya,karena hubungan persahabatan yang begitu
dekat Zaenab telah sudi membuka rahasia-rahasianya yang sulit kepada Rosna,yang paling mengejutkan, Rosna
pernah mendapati Zaenab merenungi sebuah album lekat-lekat didekat album itu terdapat
sebuah surat yang telah lusuh dan lunak karena kerap kali dibaca dan dibuka
lipatannya, hal itupun menggugah hati Rosna untuk dapat mengetahui lebih lanjut
apa yang terjadi pada diri Zaenab apa gerangan yang selalu membuatnya bersedih
seakan-akan kehilangan separuh dirinya hari-harinya selalu saja dilewati dengan
kesedihan air matanya selalu membingkai diwajahnya.
Rosna memberanikan diri untuk membujuk Zaenab agar ingin
menceritakan kedukaan yang ia alami awalnya Zaenab hanya termenung dan akhirnya
mencurahkan segala kegundahan dan kegelisahan hatinya ia menceritakan
kejanggalan yang ia rasakan dalam hatinya semenjak Hamid pergi ia merasa ada
sesuatu yang telah hilang dijiwanya yang juga pergi bersama Hamid walaupun
Hamid tak begitu gagah tidak setara dengan Zaenab yang bergelimpangan harta
tapi kesederhanaannyalah yangmembuat Zaenab jatuh hati. Zaenab pun mengakui
perasaannya kepada Rosna bahwa ia sangat mengagumi hamid dan mencintainya
dengan tulus. Zaenab pun menulis surat kepada Hamid yang ia titipkan kepada
Saleh sebelum ia pergi Zaenab meminta kepada Saleh untuk memberikan surat itu
kepada Hamid jika ia bertemu nanti, dan tidak disangka Saleh pun bertemu dengan
Hamid di Mekkah dan ia pun menyerahkan surat titipan Zaenab, alangkah gembira
hati Hamid pengharapannya selama ini tidak sia-sia Zaenab juga memiliki rasa
yang sama dihatinya tapi sayang karena ketika surat itu sampai ditangan Hamid
ia telah berada jauh dari Zaenab ditanah air.
Pada hari kedelapan bulan Hijriah mereka berangkat ke Arafah,
awalnya setelah membaca surat itu keadaan Hamid baik-baik saja tetapi setelah
dua hari kondisi kesehatannya menurun ia diserang demam apa boleh buat Hamid
tidak dapat meninggalkan wukuf di Arafah yang sudah menjadi rukun, setelah
selesai melaksanakan wukuf di Arafah mereka kembali ke Mina, berhenti sebentar
di Musdalifah untuk melempar jumrah, pada hari kesepuluh,sebeleas,dua belas,
dan tiga belas mereka kembali ke Mekah untuk mengerjakan tawaf besar dan sai.
Demam yang menyerang tubuh Hamid semakin bertambah setelah ditimpa suhu yang
sangat panas di Arafah, Hamid tak lagi ingin makan wajahnya pucat dan badannya
sangat lemah. Ia sangat lemah sehingga tidak mampu lagi melaksanakan tawaf
akhirnya Saleh mencari orang Badui yang akan mengangkat Hamid diatas bangku
untuk melaksanakan tawaf dan diberi upah, tiba-tiba saja datanglah Syekh yang
membawa sepucuk surat dari Sumatra yang datangnya dari Rosna. Wajah Saleh
menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar
membaca isi surat yang tidak ia sangka-sangka bahwa Zaenab telah wafat.
Sebanarnya Saleh tidak ingin menceritakan hal tersebut kepada Hamid
karena kondisi Hamid sudah parah, namun Hamid mendesaknya untuk menceritakan
hal tersebut, setelah Hamid mendengarkan kabar duka tersebut kepalanya
tertekun, ia menarik nafas panjang dan meneteskan air mata.
Setelah acara di Mina, keduanya berangkat
menuju Masjidil Haram. Ketika mereka selesai mengelilingi Ka’bah, Hamid minta
diberhentikan di Kiswah. Sambil memegang Kiswah itu , ia mengucapkan.” Ya,
Rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang” beberapa kali. Suaranya
semakin melemah dan akhirnya berhenti selama-lamanya. Hamid telah meninggal
dunia di hadapan Ka’bah, rumah Allah, dan ia akan menuju kesana. DiBawah
Lindungan Ka’bah
C.
Kelebihan dan
Kekurangan Novel
ü KELEBIHAN
Pembaca
dapat merasakan apa yang dialami oleh Zaenab dan Hamid.
Terdapat banyak pelajaran hidup yang baik dijadikan
sebagai pedoman.
Kisahnya
bersifat realigi sehingga sangat baik dibaca oleh para pemuda muslim.
Alur
ceritanya sangat mudah dipahami.
ü KEKURANGAN
Penggunaan
bahasanya kurang dapat dimengerti karena menggunakan bahasa Melayu-Minang
Sampulnya
novel kurang menarik sehingga pada saat melihat sampulnya pembaca seakan-akan
tidak tertarik
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Amanah yang
dapat kita ambil dari novel Dibawah Lindungan Ka’bah adalah kita harus kuat dan
sabar dalam menghadapi persoalan dan cobaan hidup, mentaati orang tua, tidak
cepat putus asa dan menyerah serta senantiasa berpegang teguh pada tali
agama-Nya (Islam).
B.
Saran
Novel ini layak
dibaca oleh kalangan anak remaja maupun dewasa, bahkan orang tua sekalipun,
karena ceritanya menarik, menceritakan tentang romantisme,perjuangan hidup dan
kesabaran tingkat tinggi yang dapat membuat kita untuk menitikkan air mata.